• Emotion

Masih Gemar Menyimpan Emosi? Ah Sudahlah, Stop Lakukan Itu!

-

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Kemarin saya bertemu dengan seorang teman, saya salut kepadanya karena masih berjuang dengan keras ketika roda hidup sedang tidak berpihak padanya. Sampai pada satu kesempatan dia mengutarakan satu pernyataan sekaligus pertanyaan, “Saya yakin bisa bangkit, tapi kok perasaan setiap sedikit lagi saya bisa benar-benar bangkit dan mencapai kondisi bagus tiba-tiba rasanya saya malah down lagi, itu kenapa ya?”. — Dugaan sementara masih gemar menyimpan emosi.

Fenomena ini sebenarnya banyak terjadi di sekitar kita. Bisa jadi saya, Anda, dan orang di sekitar kita pernah atau bahkan sedang mengalaminya.

Saya bertanya balik padanya, “Hmm.. Apakah kamu masih nyimpan dendam atau kekecewaan pada orang tertentu atas kejatuhanmu sebelumnya?”.

Dia berkilah dengan berbagai macam alasan. Sampai akhirnya dia dengan terpaksa mengakui bahwa ia masih punya rasa kecewa pada beberapa orang. Dia merasa orang-orang itu hanya sekedar memanfaatkan dia dulu saat masih punya jabatan dan finansial yang baik. Sementara ketika ia butuh pertolongan tak ada satupun dari mereka yg peduli.

Gambaran Umum

Dari kebanyakan kasus serupa yang pernah saya tangani, seseorang berputar-putar dalam satu kondisi biasanya diakibatkan oleh emosi negatif yang masih ia simpan. Hal itu wajar, karena ketika Anda menyimpan emosi seperti cemas, kecewa, sedih, marah, atau bahkan dendam, tanpa sadar anda mengaktifkan mode bertahan (self-defense mechanism) di diri Anda sendiri. Mode bertahan ini bertujuan baik sebenarnya, yaitu untuk melindungi Anda agar tidak tersakiti oleh hal yang sama. Namun, ketika mode ini aktif berlebih justru hal inilah yang membuat Anda sulit keluar dari kondisi yang sedang Anda hadapi karena diri Anda terprogram untuk menghindari hal-hal yang punya potensi membuat Anda sakit ke depannya.

Contohnya teman saya, Ia sebelumnya bekerja di salah satu BUMN ternama, punya jabatan bagus, finansial melimpah, buka usaha-usaha baru yang semakin menambah pundi-pundinya. Di tengah jalan ada musibah menerpa salah satu usahanya tidak berjalan dengan baik (baca: ditipu teman), ia harus berhutang sana-sini untuk menutupi operasional usahanya. Bahkan fokusnya menyelamatkan usahanya ini membuat dia harus mengorbankan karirnya di perusahaan tadi.

Alhasil, ia pun keluar dari kerja dan jatuh bangkrut menjadi seorang pengangguran yang masih menyisakan hutang banyak. Keadaan berubah drastis dari yang tadinya banyak orang yang mau mendekat padanya karena network dan keadaan finansialnya yang baik. Sampai tidak ada orang lagi yang menurutnya mau berteman dengannya. Disamping ada rasa frustasi, ia ternyata merasa kecewa dan dendam pada orang-orang yang dulu ia sudah bantu mati-matian, dicarikan kerja, bahkan diberi bantuan finansial cuma-cuma karena mereka seakan tidak peduli dengannya juga terkesan malah menjauhinya.

Ditengah hutang melanda dan harus kembali bangkit bagusnya teman saya masih punya semangat. Ia merintis usaha kecil-kecilan di depan rumahnya, mulai kembali bisa mencukupi kebutuhan rumah tangganya meski belum bisa dibilang lebih.

Jujur Sebagai Bentuk Penerimaan

Ia pun akhirnya jujur pada saya, bahwa sebenarnya banyak peluang bagus yang ia lihat. Namun entah kenapa bayang-bayang kegagalan dan rasa takut kembali dikhianati membuatnya ragu. Sehingga akhirnya lagi-lagi peluang itu ia lepas begitu saja.

Hal di atas merupakan contoh jika Anda masih menyimpan emosi negatif. Perlu Anda ketahui, mental block, trauma, depresi, dan juga psikosomatis adalah hal-hal yang diakibatkan ketika seseorang masih menyimpan emosi negatif besar di dalam dirinya.

Dalam kasus teman saya ini ia menyimpan rasa kecewa dan dendam pada orang-orang yang terlibat. Sehingga hal itu memicu rasa takut untuk mengambil peluang bagus yang datang padanya. Ingat, PELUANGNYA ADA! Tapi justru perasaan yang muncul tadi itu yang membuatnya tidak mengambil peluang yang datang.

Memaafkan seseorang atau suatu kejadian tidaklah mudah. Yang perlu dipahami memaafkan itu tidak sama dengan melupakan. Memaafkan itu berarti menetralkan emosi yang ada pada suatu kejadian atau orang tertentu. Sehingga ketika muncul kembali sudah tidak ada emosi apa-apa di sana.

Nah, sekarang giliran Anda! Coba lakukan pengecekan, apakah ada emosi negatif yang tersimpan di diri Anda? atau malah Anda masih aktif gemar menyimpan emosi? Ah Sudahlah, Stop lakukan itu! Lepaskan emosi negatif itu, maafkanlah dirimu, kejadian burukmu, orang-orang yang terlibat. Tentunya, agar hidup Anda menjadi lebih baik lagi daripada sebelumnya. 😉

Semoga bermanfaat!

- Advertisement -

Share this article

Deni Heriyana
Deni Heriyanahttps://deniheriyana.com
Mind Consultant & Therapist, Life Coach, co-founder sekaligus penulis di 101mind.com, dan Part-Time Coder.

Recent posts

Popular categories

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini