• Parenting

Tips Membangun Kebiasaan Interaksi Sehat Dalam Merespon Keinginan Anak

-

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Hai, semua kembali lagi di seri parenting. Beberapa hari ke belakang saya mendapat respon unik dari seorang teman yang bertanya mengapa saya harus sedetail dan sejelas itu ketika berinteraksi dengan anak saya. Oh ya, saya memang terbiasa untuk memberi arahan atau instruksi yang jelas dan gamblang pada siapapun. Mungkin bagi sebagian orang hal ini akan terasa lebay, tapi dari perspektif saya itu kebiasaan yang baik. Mari kita bedah! — Tips Membangun Kebiasaan Interaksi Sehat Dalam Merespon Keinginan Anak.

Pernahkah Anda berpikir mengapa banyak orang yang sudah dewasa sekalipun tidak tahu apa yang sebenarnya mereka inginkan? Seringkali hal itu terjadi karena mereka tidak terbiasa untuk mengungkapkan apa yang benar-benar mereka inginkan, bahkan sebelum mengungkapkan mereka sudah berpikir bahwa orang lain akan mencela, menertawai, atau menolak keinginannya. Pada akhirnya yang mereka ikuti bukanlah keinginan dirinya sendiri tapi cenderung mengikuti keinginan orang lain atau cari aman dengan sama sekali tidak mengikuti keinginannya. Seiring berjalannya waktu ketika mereka terbiasa melakukan hal seperti itu, mereka akan mengalami kesulitan ketika harus mengambil keputusan, denial dengan keinginan dan diri sendiri, atau bisa jadi hilang arah ketika menghadapi kondisi yang kurang baik.

Saya pribadi tumbuh di keluarga yang masih menjunjung budaya ketimuran, tapi bukan berarti sebagai orang tua yang patut dihargai kita harus otoriter. Sebagai orang tua, we need to be fair. Khususnya dalam mendengarkan dan merespon keinginan anak kita. Mendengarkan tidak sama dengan harus mengikuti segala kemauannya. Kita bisa merespon untuk mengikuti keinginannya, menunda, atau bahkan menolak dengan alasan yang jelas sehingga anak kita pun bisa menerima.

Banyak saya dengar para orang tua yang masih melarang anak-anaknya tanpa diikuti alasan yang jelas, dan biasanya anaknya malah dengan sengaja melakukan hal tersebut. Sang orang tua pun malah tambah marah. Si anak? Tambah berontak dan mencari cara juga kesempatan untuk bisa melakukan/mendapatkan hal yang sudah dilarang!

Studi Kasus

Kita masuk studi kasus, misalkan anak Anda ingin membeli si telur ajaib yang ada di etalase dekat kasir begitu masuk mini market (haha, ini terkadang masalah bagi para orang tua ketika mengajak anaknya ke mini market). Dalam contoh kasus ini anak saya yang berusia hampir 4 tahun biasanya memaksa untuk ngambil si telur ajaib itu. Saya akan membiarkan ia untuk mengambil dulu, setelah itu saya tanya, apakah ada keinginan yang lain selain telur itu? Anak saya akan mengutarakan keinginannya seringkali lengkap dengan alasannya. Setelah itu berikut contoh respon yang akan saya lakukan pada keinginan anak saya :

1. Mengikuti

“Ok, boleh. Dibukanya nanti di rumah ya, soalnya harus dibayar dulu di kasir, setiap kita beli sesuatu harus dibayar dulu”. Biasanya ia dengan sabar akan menunggu atau jika merengekpun sebentar karena dia akan belajar memahami kenapa ia harus menunggu.

2. Menunda

“Kakak, minggu ini udah berapa kali beli telurnya? Boleh beli telurnya, tapi ga keseringan ya, kalo keseringan nanti gigi kakak bisa rusak apalagi kalo kakak jarang sikat gigi (anak saya masih perlu dilatih untuk mau sikat gigi rutin dan ini salah satu tantangan buat dia, kalo mau makan yang manis harus mau rajin sikat gigi).  Untuk sekarang kita ga beli telur itu dulu ya, coba pilih yang lain.” Jika sudah dibiasakan seperti itu, biasanya anak saya akan berpikir, kadang merengek dulu tapi setelah itu memilih jajanan lain yang ia suka.

3. Menolak

Jika memang saya tidak membawa uang lebih, saya akan bilang juga kok pada anak saya. “Kak, papap ga bawa uang lebih nih, uangnya ga cukup untuk beli telur itu, next time kita beli ya, sekarang coba pilih yang lain yang cukup sama uangnya.” Tapi kita tidak boleh berbohong lho ya saat memilih alasan. Di awal-awal mungkin ia akan merengek, tapi setelah dibiasakan ia akan terbiasa untuk bisa menerima.

Dari paparan di atas kita memiliki formula sebagai berikut :

Anak tahu yang ia inginkan + Alasannya => Kita Dengarkan dan Respon sesuai pertimbangan sebagai orang tua.

Dengan begitu Anak kita dilatih untuk terbiasa mengetahui dan berani mengungkapkan apa yang ia inginkan beserta alasannya. Ia juga terbiasa dan terlatih untuk bisa menerima respon kita. Sehingga ketika di luar nanti ia pun diharapkan berani mengungkapkan keinginan dan siap menerima respon orang lain atas keinginannya.

Memang personality tiap anak berbeda, tapi tidak ada salahnya melatih kebiasaan baik ini, karena nanti yang membedakan antara tiap anak adalah keinginannya, alasan yang dia pilih, dan cara ia merespon terhadap respon kita sebagai orang tua.

Membangun kebiasaan memang bukanlah hal yang mudah, butuh konsistensi, tapi kabar baiknya tidak ada kata terlambat. Anda bisa mulai coba terapkan bila buah hati Anda sudah mulai bisa diajak berkomunikasi. Selamat mencoba! 😉

- Advertisement -

Share this article

Deni Heriyana
Deni Heriyanahttps://deniheriyana.com
Mind Consultant & Therapist, Life Coach, co-founder sekaligus penulis di 101mind.com, dan Part-Time Coder.

Recent posts

Popular categories

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini