Pelakor alias perebut laki orang. Belakangan kata ini menjadi sangat popular di masyarakat. Dan menurut saya yang berstatus seorang perempuan dan sudah menjadi istri orang, kata ini cukup mengganggu hati dan pikiran. Pelakor identik dengan perselingkuhan dan lebih spesifik selalu dianggap menjadi biang kerok dalam permasalahan rumah tangga yang biasanya berujung pada perceraian.
Perselingkuhan memang bukan fenomena baru di masyarakat. Namun di zaman yang serba digital saat ini segala sesuatu yang dianggap tabu yang seharusnya ditutup rapat justru berubah menjadi sesuatu yang perlu diumbar. Konon katanya bertujuan untuk memberi “pelajaran” bagi si pelakor agar Ia malu yang syukur-syukur akan memberi efek jera. Maka jangan heran kalau Anda menemukan kasus perselingkuhan yang malah menjadi viral tanpa Anda tahu sebenarnya permasalahannya sudah terselesaikan atau belum. Yang penting viral aja dulu, biar si pelakor malu.
Tanpa bermaksud membela pihak manapun, tapi pantaskah hanya si pelakor seorang yang dihujat dan dipermalukan?. Sedangkan laki-laki yang berselingkuh justru malah play victim dan dimaklumi dengan alasan khilaf.
Selama ini secara tidak sadar ketika melihat kasus perselingkuhan masyarakat cenderung menumpahkan kesalahan kepada si pelakor seorang. Padahal kalau ditelaah lebih jauh, si pelakor tidak akan eksis dan perselingkuhan tentu tidak akan terjadi apabila “godaan” si pelakor ini tidak bersambut. Dengan kata lain, laki-laki yang berselingkuh dari istri sahnya ini juga punya andil yang sama dengan si pelakor dalam merusak rumah tangganya. Junaiyah H.M., ahli bahasa pensiunan Badan Bahasa mengatakan, “Pengambil atau pencuri lelaki orang mengesankan bahwa yang diambil atau dicuri adalah pasif. Yang aktif adalah sang pencuri atau pengambil. Padahal, pada kejadian itu keduanya sama aktif secara sembunyi-sembunyi”.
Faktanya adanya godaan pelakor tidak bisa dijadikan satu-satunya penyebab dalam kasus perselingkuhan. Berdasarkan hasil studi ilmiah yang dilakukan Rutgers University mengatakan bahwa terkadang faktor sederhana seperti iseng bisa jadi pemicu perselingkuhan juga. Mengesalkan, ya?!
Kuncinya tetap ada pada pengendalian diri masing-masing individu, karena saat seseorang sudah tidak mampu mengendalikan dirinya, mereka akan punya kesempatan untuk terlibat dalam suatu hubungan yang terlarang. Sebaliknya, ketika seseorang bisa menolak pengkhianatan, segigih apapun usaha dari penggoda yang datang tidak akan berpengaruh apapun terhadap dirinya.
Kenapa sampai ada pelakor?
Ketika mendengar kasus perselingkuhan atau kata pelakor, Anda pasti berpikiran sama dengan saya. Kenapa sih bisa sampai ada pelakor?. Kenapa si pelakor sampai tega menggoda suami orang sampai merusak rumah tangganya?. Kenapa si pelakor tidak mencari laki-laki single saja yang masih banyak diluar sana?. Kenapa Ia harus repot-repot menjalin hubungan diam-diam?
Bagaimanapun, pelakor pasti memiliki alasan untuk merebut suami orang hingga merusak hubungan rumah tangganya. Perbuatan yang dilakukan oleh pelakor tersebut sama halnya dengan perbuatan curang (Cheating). Cheating adalah perbuatan yang tidak jujur yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan secara sepihak tanpa memikirkan efeknya terhadap orang lain.
Menurut seorang psikolog, Mellisa Grace, M.Psi ada beberapa alasan kenapa pelakor sampai tega berbuat curang merebut suami orang.
Faktor Individual
Karakteristik seseorang yang manipulatif adalah kecenderungan seseorang untuk memanipulasi keadaan demi kepentingan pribadi tanpa memikirkan akibat yang akan terjadi. Pelakor seringkali memanfaatkan keadaan. Misalnya karena rekan kerja satu kantor, maka Ia tidak akan merasa bersalah karena “menggoda” rekannya tersebut tidak peduli statusnya sebagai suami orang.
Ada juga karakteristik seseorang yang kurang memiliki rasa empati. Empati adalah kemampuan seseorang untuk merasakan, memahami dan melihat dari sudut pandang orang lain tentang segala sesuatu yang terjadi. Ketika seseorang kurang memiliki rasa empati, maka Ia tidak akan mampu merasakan bahwa akan ada pihak-pihak yang sangat dirugikan atas perbuatannya. Pelakor melakukan apa yang Ia inginkan demi mencapai tujuannya tanpa berpikir ada istri sah laki-laki yang digodanya yang akan tersakiti dengan perbuatannya.
Karakteristik seseorang yang narcissistic, adalah perasaan diri yang berlebihan sehingga seseorang merasa dirinya yang paling segalanya. Kalau diperhatikan, most of pelakor memiliki wajah cantik dan karier yang bagus. Karena sifat narcissistic itulah Ia merasa dirinya paling cantik dan paling sukses sehingga Ia berani menggoda suami orang. Padahal sesungguhnya perilaku narcissistic merupakan bentuk kompensasi dari perasaan rendah diri (Low Self-Esteem), lho.
Faktor Situasi
Seorang pelakor (cheater) cenderung telah terbiasa untuk tidak terlalu mementingkan nilai-nilai kejujuran dari sebuah keadaan yang sedang terjadi. Hal ini bisa terjadi ketika seseorang dibesarkan dalam lingkungan yang kurang menekankan pentingnya nilai-nilai kejujuran tersebut. Selain itu, hal ini juga biasanya terjadi karena si pelakor kekurangan kasih sayang dari keluarga, terutama ayah. Sehingga ketika dewasa Ia cenderung mencari sosok yang dianggap bisa menggantikan peran sang ayah untuk menyayanginya. Maka dari itu, peran ayah sangat penting untuk pembentukkan karakter anak di masa depan —Peran Ayah Dalam Membentuk Karakter Anak
Demi Keuntungan Semata
Sebagian orang menganggap perilaku cheating lebih mendatangkan keuntungan dibandingkan dengan berperilaku jujur. Misalnya, dengan berperilaku curang sebagian orang merasa lebih cepat kaya, lebih cepat mendapat perhatian, dan lain-lain. Perilaku si pelakor dengan menggoda suami orang untuk mendapat perhatian inilah yang dikategorikan sebagai cheating. Lalu, apakah perilaku cheating tersebut bisa disembuhkan? Tentu bisa, asalkan ada niat yang kuat dari pelaku untuk tidak melakukannya lagi.
Bagaimana jika seandainya si pelakor sudah terlanjur “masuk” ke dalam rumah tangga Anda? Nantikan di artikel berikutnya, ya. Terimakasih sudah membaca 🙂
[…] Pelakor […]